UMPP Peringati Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025: Wujudkan Kampus Inklusif dan Ramah Difabel bersama SAHDU
Setiap Tanggal 23 September, dunia memperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional sebuah momen penting yang tidak hanya merayakan keberadaan bahasa isyarat, tetapi juga menegaskan bahwa komunikasi adalah hak dasar setiap manusia. Penetapan hari ini oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Tahun 2017 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global akan pentingnya bahasa isyarat dalam menjamin hak asasi masyarakat Tuli. Bahasa isyarat bukan sekadar kumpulan gestur atau simbol, tetapi merupakan bahasa yang hidup, memiliki struktur linguistik, dan menjadi bagian dari budaya komunitas Tuli di berbagai belahan dunia.

Peringatan ini juga menjadi pengingat bahwa akses terhadap pendidikan, informasi, dan layanan publik masih belum merata bagi mereka yang menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi utama. Masih banyak ruang publik, termasuk institusi pendidikan, yang belum sepenuhnya ramah bagi masyarakat Tuli. Oleh karena itu, Hari Bahasa Isyarat Internasional mendorong semua pihak termasuk lembaga pendidikan tinggi untuk terus berbenah dan memperkuat komitmen terhadap inklusivitas.
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP) menjawab tantangan ini dengan langkah nyata. UMPP menyatakan diri sebagai kampus yang inklusif dan ramah difabel, dan komitmen ini tidak hanya tertuang dalam visi-misi, tetapi diterapkan dalam kebijakan, layanan, serta budaya akademik sehari-hari. Salah satu bentuk konkrit dari komitmen tersebut adalah dibentuknya unit layanan disabilitas bernama SAHDU atau Sahabat Difabel UMPP.

SAHDU hadir sebagai lembaga internal kampus yang memberikan berbagai layanan pendampingan dan dukungan bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Unit ini berdiri berkat hibah dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, sebagai bagian dari program nasional pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di perguruan tinggi. Namun lebih dari sekadar memenuhi program pemerintah, SAHDU menjadi refleksi dari kesungguhan UMPP untuk menjadikan kampus sebagai tempat yang layak, setara, dan aman bagi siapa pun yang ingin menuntut ilmu, tanpa diskriminasi.
Sejak awal, SAHDU dirancang untuk memberikan layanan holistik kepada mahasiswa difabel. Layanan pertama dimulai sejak proses admisi mahasiswa baru, di mana SAHDU menyediakan informasi yang ramah difabel, melakukan asesmen kebutuhan individu, serta membantu orientasi awal kampus yang inklusif. Mahasiswa difabel baru tidak dibiarkan menyesuaikan diri sendirian. Mereka mendapatkan pendampingan pra-kuliah, khususnya pada masa transisi menuju dunia kampus, termasuk dalam kegiatan seperti PORMABA (Pekan Orientasi Mahasiswa Baru) dan MASTA (Masa Ta’aruf).
Selama masa perkuliahan, SAHDU menyediakan layanan kelas inklusif yang mendukung keterlibatan penuh mahasiswa difabel dalam proses belajar. Bentuknya antara lain penyediaan note taker untuk mahasiswa dengan hambatan visual atau motorik, serta juru bahasa isyarat (JBI) dalam kondisi tertentu untuk mahasiswa Tuli. Dalam kondisi keterbatasan sumber daya, pendampingan dilakukan melalui sistem permohonan dan penjadwalan agar tetap tepat guna dan tepat sasaran.
Tak hanya itu, SAHDU juga memberikan pendampingan dalam pengerjaan tugas kuliah. Beberapa layanan mencakup digitalisasi bahan ajar, pencarian referensi, hingga konsultasi dalam menyusun tugas. Tersedia pula layanan pendampingan ujian, di mana mahasiswa difabel dapat memperoleh pendamping atau ujian dalam format alternatif sesuai kebutuhannya. Komunikasi antara dosen dan mahasiswa difabel dalam proses evaluasi ini turut difasilitasi oleh tim SAHDU untuk memastikan tidak terjadi hambatan yang merugikan mahasiswa.
Yang tak kalah penting, SAHDU turut mendampingi mahasiswa difabel dalam menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN). Proses ini dilakukan melalui asesmen kebutuhan individu, pemilihan lokasi KKN yang aksesibel, hingga pemantauan dan pendampingan langsung di lapangan dalam kasus tertentu. Pendekatan ini memastikan bahwa mahasiswa difabel tetap dapat berkontribusi dalam program pengabdian masyarakat, sama seperti mahasiswa lainnya.
Menjelang akhir masa studi, SAHDU memberikan pendampingan akademik dalam penulisan karya ilmiah, mulai dari pelatihan menulis akademik, penyediaan relawan, hingga penyuntingan naskah skripsi. Pendampingan ini tidak hanya membantu dari sisi teknis, tetapi juga membangun kepercayaan diri mahasiswa difabel agar mampu menyelesaikan tugas akhirnya dengan mandiri.
Yang menjadikan SAHDU lebih dari sekadar unit pelayanan adalah keterlibatan relawan mahasiswa yang telah dilatih khusus. Mereka menjadi pendamping, teman belajar, dan support system bagi mahasiswa difabel. Interaksi yang terjalin tidak hanya menciptakan lingkungan belajar yang lebih setara, tetapi juga menumbuhkan empati dan pemahaman lintas kemampuan dalam kehidupan kampus.
Sebagai bagian dari upaya memperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional, SAHDU secara rutin menyelenggarakan Kelas Bahasa Isyarat Mingguan yang terbuka untuk seluruh civitas akademika yaitu mahasiswa, dosen, hingga tenaga kependidikan. Kelas ini menjadi ruang belajar bersama tentang pentingnya komunikasi non-verbal, sekaligus membangun budaya inklusif secara praktis. Bahasa isyarat tidak lagi menjadi "bahasa orang lain", tetapi menjadi bagian dari keterampilan sosial yang dimiliki oleh komunitas kampus.
UMPP memandang bahwa bahasa isyarat adalah wujud keberagaman linguistik yang harus dihormati. Ketika bahasa isyarat diakui dan digunakan di ruang publik seperti kampus, maka hal itu menjadi pernyataan bahwa semua orang memiliki hak untuk didengar dan dimengerti, terlepas dari cara mereka berkomunikasi. Melalui program-program SAHDU, UMPP membuktikan bahwa inklusi bukan hanya konsep, tetapi praktik nyata yang hadir dalam kebijakan, fasilitas, dan hubungan antarindividu.
Peringatan Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025 dan peluncuran SAHDU di UMPP mendapat respons sangat positif dari berbagai kalangan civitas akademika. Para dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa menyatakan bahwa acara ini memberikan wawasan baru dan membuka pola pikir mereka tentang pentingnya pendidikan inklusif. Banyak yang menyadari bahwa sahabat difabel memiliki hak yang sama dalam dunia akademik dan sosial, sehingga perlakuan setara dan layanan yang ramah menjadi sangat krusial.
Dosen dan tenaga kependidikan mengapresiasi langkah UMPP dalam mengintegrasikan pendidikan inklusif ke dalam praktik pembelajaran sehari-hari. Mereka menilai bahwa pemahaman yang didapat dari seminar dan program SAHDU membuat mereka lebih siap memberikan layanan yang responsif terhadap kebutuhan mahasiswa difabel. Pendekatan ini bukan hanya teori semata, tetapi telah diterapkan dalam bentuk layanan pendampingan, aksesibilitas fasilitas, hingga komunikasi yang lebih baik.
Sementara itu, mahasiswa merasa terinspirasi dan termotivasi untuk terus mengembangkan sikap empati serta mendukung keberadaan teman-teman difabel di lingkungan kampus. Sahdu membuka wawasan civitas akademika bahwa inklusi bukan hanya soal menyediakan fasilitas khusus, tetapi juga membangun budaya saling menghargai, menjalin komunikasi efektif, dan menciptakan ruang belajar yang adil bagi semua. Banyak mahasiswa menyatakan bahwa mereka kini lebih memahami pentingnya kolaborasi antara mahasiswa, dosen, dan staf kampus demi menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan inklusif.
Lebih dari itu, Sahdu menanamkan pemahaman kepada civitas akademika bahwa pendidikan inklusif harus menjadi budaya dalam institusi pendidikan, bukan sekadar kebijakan administratif. Hal ini meliputi adaptasi kurikulum, pelatihan khusus bagi tenaga pengajar, serta pengembangan sarana dan prasarana yang mendukung keberagaman kemampuan mahasiswa. Sahdu juga menegaskan pentingnya penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, serta mendorong penghargaan terhadap keberagaman sebagai kekayaan bersama.
Dengan demikian, Hari Bahasa Isyarat Internasional dan SAHDU tidak hanya memperingati bahasa isyarat sebagai simbol komunikasi difabel, tetapi juga menjadi momentum strategis untuk memperkuat komitmen UMPP dalam mewujudkan kampus yang inklusif, setara, dan ramah difabel. Kesadaran dan wawasan baru yang diperoleh civitas akademika diharapkan mampu mendorong perubahan positif dalam sistem pendidikan tinggi yang lebih adil dan manusiawi.
Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025 menjadi pengingat bahwa suara tidak selalu berupa bunyi. Kadang, ia hadir dalam gerakan tangan yang penuh makna, dalam tatapan saling memahami, dan dalam upaya terus-menerus untuk membuka ruang yang lebih luas bagi semua. Di UMPP, semangat ini dijalankan bukan hanya hari ini, tetapi setiap hari. Kampus ini ingin menjadi tempat di mana siapa pun, termasuk mereka yang berbicara dalam keheningan, bisa merasa diterima, dimengerti, dan tumbuh bersama.
Untuk informasi lebih lengkap tentang layanan dan program inklusi di UMPP, silakan kunjungi laman resmi SAHDU di: https://sahdu.umpp.ac.id
