Islamic Lawyers Forum dengan Tema Radikalisme: Perspektif Hukum, Adakah?
Sunday, 15 December 2019
Ahad, 15 desember 2019. Bertempat di Boss'a Cafe Tegal. Berlangsung acara Islamic Lawyers Forum dengan Tema Radikalisme: Perspektif Hukum, Adakah?
Hadir selaku narasumber Fadli Hudaya, SEI., MSI. Dosen Prodi Ekonomi Syariah UMPP bersama Chandra Purna Irawan, SH., MH. Ketua BHP KSHUMI sekaligus Sekjen LBH Pelita Umat dan Prof.Suteki, SH., M.Hum selaku Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro. Pada kesempatan tersebut Fadli Hudaya menyampaikan bahwa pertama, makna radikalisme belum memiliki makna yang tetap/konsisten di dalam aturan yang diterbitkan pemerintah, sehingga menghasilkan multitafsir dalam pemaknaan dan berujung pada makna negatif dan positif. Kedua, isu radikalisme dalam dekade 5 tahun terakhir menjadi isu politik untuk membungkam suara kritis para akademisi terkait beberapa kebijakan pemerintah. Ada beberapa akademisi yang berstatus sebagai ASN terpaksa harus melepaskan status ASN karena memberikan kritik atas beberapa kebijakan pemerintah menggunakan perspektif tertentu yang secara keilmuan itu adalah sah. Ketiga, jika setiap kritik selalu dipermasalahkan padahal bisa jadi kritik itu adalah benar maka itu akan membuat kontrol masyarakat dari kaum cerdik pandai menjadi tumpul maka akhirnya peradaban dan perubahan suatu bangsa akan berhenti. Keempat, akademisi seperti dosen adalah kaum cerdik pandai yang memiliki tugas mendidik, mengabdi pada masyarakat, dan meneliti. Penelitian mengharuskan adanya kajian terhadap suatu realita baik berupa kebijakan atau aturan dengan menggunakan suatu pandangan tertentu, misal dalam kasus BPJS yang merupakan bagian dari program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang diberlakukan pemerintah untuk semua warganya ternyata dalam perspektif Ekonomi Islam tidak sesuai dengan akad Dhoman/Kafalah. Di mana di dalam akad Dhoman/Kafalah, seorang yang dijamin (al-Madhmun 'anhu) tidaklah wajib membayar ganti dalam bentuk apa pun kepada penjamin (ad-Dhomin), namun dalam praktik BPJS sebagai bagian dari program Jaminan Kesehatan Nasional seorang penduduk masyarakat wajib membayar biaya BPJS tiap bulan tergantung kelas yang diambil malah didenda dengan nominal tertentu jika menunggak menunaikan iuran wajib tersebut, berarti ada keharusan membayar biaya BPJS tiap bulan. Fakta ini menunjukkan bahwa BPJS adalah bagian dari akad tijaroh alias mencari keuntungan, sedangkan akad ad-Dhoman adalah bagian dari akad Tabarru' alias tolong menolong. Jika kesimpulan dari kajian akademisi ini benar dan memiliki argumentasi ilmiah alias bersandar pada dalil, mengapa harus dihalangi untuk disuarakan demi mempertahankan kebijakan tidak populis tersebut. Jadi pemerintah hendaknya tetap membuka diri terhadap kritik demi mewujudkan kebaikan buat bangsa dan negara ini.